• sembah sungkem untukmu 'nenek penjual koran'

    Tampak seperti satu eksemplar koran biasa. Ya memang itu koran biasa secara fisik. Tapi dari eksemplar demi eksemplar koran terjual, seorang nenek berjuang menyambung hidup.


    Di tengah matahari terik membakar kulit setiap orang yang lalu lalang di jalanan, hiruk pikuk kesibukan banyak orang dengan kendaraan mereka sendiri memenuhi kota ini, mulai dari kendaraan butut sampai kendaraan mewah. Mereka berlomba-lomba mengais rejeki, menjemputnya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarga mereka.
    Setiap pagi di perjalananku menuju STO Manyar, kulewati sebuah perempatan Jalan Klampis Jaya, salah satu sudut kota pahlawan. Tak banyak yang memperhatikan seorang nenek ini, usianya mungkin sudah diatas 70 tahun, yang rela panas-panasan di lampu merah, menawarkan koran dari mobil ke mobil, berharap dagangannya segera habis dan membawa pulang uang untuk kehidupannya (yang saya yakini tidak banyak bagi saya tapi mungkin cukup banyak untuk beliau). Didampingi seorang anak kecil (mungkin cucunya), sang nenek dengan punggung yang sudah bungkuk terus berjalan menawarkan koran dagangannya. Terkadang beliau duduk di trotoar ketika lelah melanda, tapi tetap dengan terik matahri yang menyengat kulitnya.
    Terpikir di otakku besok pagi aku ingin memberikan sesuatu bagi beliau. Setidaknya memberikan sedikit senyuman untuk beliau, berbagi rezeki yang aku dapat.
    Seperti biasa pagi itu aku berangkat ke STO dengan motorku. Lirih kujalankan motorku mendekati lampu merah itu, sambil sedikit melihat dari kejauhan dimanakah sang nenek berada. Terus kudekati ternyata sang nenek sedang berteduh di bawah sebuah ruko, di emperan toko yang belum buka ditemani seorang anak kecil. 
    Kuhentikan motorku, kuturunkan standard motor, kudekati beliau
    anak kecil berteriak "mbah iku onok sing katene tuku" (mbah itu ada yang mau beli)
    Kudekati beliau, "mbah tumbas koran. Jawa Pos nggih setunggal. Pinten mbah?" (mbah beli koran, jawa pos ya satu. berapa mbah?)
    Sambil mencari di tumpukan koran yang masih lumayan banyak, "sekawan ewu nak" (empat ribu nak)
    Sudah kusiapkan uang xx-ribu rupiah, kuambil dan aku berikan "niki mbah artane, pun mboten usah disusuki, kangge panjenengan mawon" (ini mbah uangnya, sudah tidak usah dikasih kembalian, untuk mbah aja)
    Si mbah dengan raut muka berseri-seri sambil menyalami tanganku, "nggih nak, matur suwun yo. ati-ati nang dalan, ojo banter-banter, mugo-mugo lancar sakabehe" [begitu mungkin kurang lebihnya yang aku ingat] (iya nak, terima kasih ya, hati-hati di jalan, jangan ngebut, mudah-mudahan lancar semuanya)
    Kutinggalkan beliau, kulirik dari sudut mataku beliau dengan tersenyum melihat ke arahku terus. Ya Allah, terharu melihat kenyataan seperti ini. Uang segitu memang tidak ada apa-apanya bagiku, tapi bagi nenek ini, uang itu mungkin sangat berarti. Berbagi itu indah. Tak terbayang andaikan itu keluargaku atau bahkan mungkin orang tuaku. Bersyukur Ya Allah atas nikmat yang Engkau berikan kepadaku, kepada keluargaku.
    Doaku, Ya Allah tolong mudahkanlah rezeki beliau, berikan hasil yang setimpal atas usahanya.
    Aku bertekad, InsyaAllah hari-hari selanjutnya akan seperti itu terus. Membantu untuk meringankan beban hidupnya.

    "ada 2,5% rezeki kita yang menjadi hak dari fakir miskin"
  • 0 comments:

    Posting Komentar

    ADDRESS

    Bandung, Jawa Barat, Indonesia

    EMAIL

    muhdimasgfa@yahoo.com

    TELEPHONE

    +62 (ask)

    MOBILE

    +62 (ask)