Dimas Alfarizi

I am an Indonesian Traveler

Dimas Alfarizi

Indonesian Traveler

  • Bandung, Jawa Barat, Indonesia
  • +62 (ask)
  • muhdimasgfa@yahoo.com
  • dimasalfarizi.blogspot.co.id
Me

My Travel Map

Sidoarjo, Bojonegoro, Bandung, Banyuwangi, Denpasar, Malang, Surabaya, Pekalongan, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Solo, Kupang, Alor, Batam, Natuna, Kendari, Konawe Selatan, Bau-Bau, Makassar, Ambon, Tual, Langgur, Ternate, Labuha, Balikpapan, Berau, Derawan, Sintang, Putussibau, Kapuas Hulu, Ketungau Hulu

Sumatra 20%
Jawa 80%
Bali 65%
Kalimantan 20%
Sulawesi 40%
NTT NTB 10%
Maluku Malut 20%
Papua 5%

Most Important

You're the most important for me, even my job can't beat you for my life

Sujud Terakhir

Bagiku, di setiap sujud terakhir dalam sholatku, namamu selalu kulafadzkan dalam hati dengan penuh pengharapan dan rendah hati agar engkau yang terbaik bagiku untuk hidupku

Our Pray

Robbana Hablanaa Min Azwaajinaa Wadzurriyatinaa Qurrota A'Yun Waj'Alnaa Lil Muttaqiina Imaamaa

Just Want To Say

I Love You Devianti Nurhawati -MDGFA-

Our Love

S N Z

Just Want To Say

Every love story is beautiful, but Ours is My Favorite -DN-

Indonesian Traveler
Indonesian Traveler
0
Engineer
0
Officer
0
Father
  • coretan untuk adikku tersayang

    coretan untuk adikku tersayang

    teruntuk adikku yang aku sayangi dan aku banggakan...
    Sebelumnya aku minta maaf kepada kalian berdua beserta mama dan papa karena long weekend ini aku belum bisa pulang ke rumah karena memang aku sudah ada janji terlebih dahulu. Maaf banget aku ga bisa berkumpul bersama kalian bercerita serta bercanda tawa mengisi hari libur ini, semoga semuanya disana senantiasa menantiku untuk bisa melengkapi canda tawa itu.
    Selanjutnya untuk Dik Bagoes dan Dik Ryan, sungguh aku sayang kalian. Aku pengen banget kalian bisa dapetin jauh melebihi apa yang aku dapetin saat ini. Cukuplah suatu kepahitan hidup yang pernah aku alami biar aku yang merasakan, kalian jangan!!! Biarlah hanya aku sebagai kakak kalian yang terjatuh di suatu lubang untuk bisa menjadikan contoh bagi kalian agar tidak terjatuh di lubang yang sama. Sungguh biarkan aku aja dik yang tertimpa. Aku sebagai kakak ga pengen adik-adikku mengalami sakit yang sama seperti yang pernah aku rasakan.
    Maafkan aku ketika suatu ketika kata-kataku sangat kasar ke kalian, itu semua dalam rangka meneriaki kalian dari jauh agar kalian tidak terjerembab di lubang yang pernah menjadi batu sandungan untukku. 

    Adikku yang ganteng...
    Maafkan kakak yaa, kakak harus jauh dari kalian, kakak di perantauan, kakak cuma bisa 'bacot' lewat SMS dan telpon, kakak cuma bisa ngomel doang tanpa aku menuntun kalian ke jalan yang seharusnya kalian lewati. Tapi sungguh kakak percaya kok dik kalau kalian pasti bisa berjalan ke arah itu sendiri tanpa kakak, kakak percaya kalian sudah dewasa.
    Maafkan kakak hanya bisa memberikan perhatian dalam bentuk materi, tapi sungguh itu semua kakak ikhlas dan tulus untuk memberikan support buat kalian.
    Ingatlah dik bahwa umur orang tua itu tidak hanya rejeki bagi mereka, tapi rejeki bagi kita juga. Coba bayangkan andaikan salah satu dari mama atau papa udah ga ada (Naudzubillah), itu bakalan berat dik untuk kita. Manfaatkan rejeki ini dik, selalu berdoalah agar mama papa diberikan umur panjang. Papa dengan segala keringatnya mencari nafkah untuk kebutuhan kita, mama dengan segala perhatiannya ke papa dan ke kita selalu mencambuk kita untuk terus berjalan lurus bagaikan kuda yang dipecut kusir. 

    Ketika kalian sudah seumuranku kelak, sudah bekerja dan kurang lebih dengan jarak yang jauh kaya posisiku sekarang, kalian akan merasakan betapa perhatian mama papa itu sangat berarti buat kalian. Ga ada lagi yang mukuli kita bangunin sholat subuh, ga ada lagi yang nyiapin sarapan sebelum kita beraktivitas, ga ada lagi makan siang setelah kita capek dengan aktivitas, ga ada lagi yang nyuci baju kita, ga ada lagi yang membersihkan ruangan kita ketika kita beraktivitas. 

    Ayolah dik kita bersama-sama sukses. Kalian harus bisa berikan JAUH melebihi apa yang udah aku persembahkan untuk mama dan papa, mulai dari prestasi, kerjaan sampai masa depan. Kakak percaya kalian mampu!!!
    Berikan sesuatu hal yang bisa membuat mama papa tersenyum di hari tuanya. Cukuplah muka marah beliau berdua hanya untuk memarahi kita ketika kita masih kecil, cukuplah tangan mereka hanya untuk memukuli kita ketika kita nakal, cukuplah pikiran mereka terperas memikirkan ke-childist-an kita. Sekarang waktunya kita melakukan hal untuk bisa membuat semua penderitaan mereka menjadi sebuah jawaban yang berujung pada senyum mereka.

    dari si sulung,
    Kak Dimas
  • untuk kita renungkan

    untuk kita renungkan

    "mengutip dari sumber lain, semoga bermanfaat"

    Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat. Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu. Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya. Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak. Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi. Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini: “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..”. Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka. Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu. Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua. Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku. Oleh: Rinaldi Munir, Bandung.
  • ADDRESS

    Bandung, Jawa Barat, Indonesia

    EMAIL

    muhdimasgfa@yahoo.com

    TELEPHONE

    +62 (ask)

    MOBILE

    +62 (ask)